Friday, August 22, 2008

Sate Klopo Ondomohen

Kepulan asap tampak berbaur dengan udara pagi di Jalan Wali Kota Mustajab. Aroma bumbu kacang yang terbakar arang langsung tercium oleh siapa saja yang melintas di jalan itu. Sekitar 50 meter dari Taman Surya, di antara rindangnya pohon, kelezatan Sate Klopo Ondomohen yang terkenal hingga Negeri Belanda itu bisa dijumpai lidah penikmat kuliner.

Warung sate yang buka sejak 41 tahun lalu itu memang sangat terkenal di Surabaya. Setiap porsi terdiri atas 10 tusuk sate sapi plus sepiring nasi putih hangat. Menu itu memang sangat cocok dijadikan sarapan pagi. Apalagi, suasana di sekitar warung yang rindang pasti akan mengundang siapa saja yang lapar untuk menyantapnya. Tak heran, mulai pukul 05.30 hingga sore pukul 15.00, pengunjung silih berganti menikmati sate klopo berasa nikmat itu.



Penampilan seporsi Sate Klopo Ondomohen tak jauh berbeda dari kebanyakan sate daging yang lain. Sate yang telah diguyur bumbu kacang itu dijejer dalam satu piring melamin. Nasinya ditempatkan dalam piring berbeda. Nah, di piring nasi itulah baru tampak bahwa sate tersebut berbeda.

Di pinggir piring, terdapat sejumput serundeng khas sate klopo. Parutan kelapa yang disangrai itu terasa cocok menemani nasi putih hangat yang gurih. Pengunjung warung biasanya tak lupa mengambil sedikit serundeng untuk disuap bersama sesendok nasi. Gurihnya serundeng terasa pas dengan nasi.

Selain itu, rasa manisnya mampu menetralisasi lidah. ''Kelapanya memang pilihan. Tua tapi tidak sampai cokelat warnanya,'' jelas Asih Sudarmi, penjual Sate Klopo Ondomohen.

Untuk nasi, Asih juga tidak memilih sembarangan. Dia hanya mau mengambilnya dari cething (wadah nasi) dengan tangan. ''Selain untuk menjaga gurihnya, tangan ini juga menjadi penimbang berat seporsi nasi. Jika kurang atau lebih, tangan akan terasa,'' ungkapnya sembari menunjukkan cara tangannya menimbang nasi.

Sate Klopo Ondomohen setiap hari menghabiskan kira-kira 50 kg daging dari beragam bagian. ''Ada yang daging polos, sumsum, usus, hingga ginjal sapi. Jika tanggal merah, kebutuhan daging bisa naik dua kali lipat,'' kata Asih yang mewarisi berjualan sate klopo dari sang mertua, Hj Jaenab.

Sebelum dibakar, daging sapi mentah dilimuri parutan kelapa. Tapi, pembakarannya cukup setengah matang. Baru ketika ada yang membeli, sate dibakar lagi hingga matang. Untuk mengetahui matang dan belumnya sate, Asih hanya mengandalkan naluri.

''Pegawai yang khusus membakar sate sudah hafal bagaimana mengira-kira sate matang atau belum,'' ujar Asih yang sudah 21 tahun meneruskan usaha mertua tersebut.

Ada perbedaan saat menikmati sate klopo saja dan menyandingkannya dengan nasi hangat. Bila dengan nasi, cita rasa kelapa yang membalut sate tidak begitu terasa karena kalah oleh rasa nasi. Namun, bila dicicip sendiri, aroma maupun rasa kelapa akan sangat terasa mengimbangi rasa daging sapi yang lunak.

Kelezatan sate klopo itulah yang menurut Asih banyak dirindukan para pelanggan. ''Di antara beragam sate yang pernah saya rasakan, sate ini memiliki karakter spesial,'' ungkap Widodo yang berlangganan sate Ondomohen sejak 1994.

Karakter rasa itu, kata dia, berasal dari parutan kelapa dan racikan bumbu kacang yang pas. Selain itu, nuansa warung yang akrab sangat mendukung orang untuk makan. ''Sangat susah mendapatkan suasana makan seperti di sini,'' tegas Widodo yang minimal tiga kali sebulan mampir ke warung Sate Klopo Ondomohen itu.

Suasana itu juga yang dirasakan Leonard Hariadi. Remaja yang akan berangkat kuliah di Milwaukee, AS, tersebut mengaku harus ''berpisah'' dulu dari sate Ondomohen kesukaannya. ''Saya makan sate Ondomohen sejak kecil. Karena itu, sebelum berangkat ke Amrik, saya perlu melakukan perpisahan lebih dulu,'' ujar remaja yang biasa dipanggil Leon tersebut.

Keluarga Leon adalah pelanggan tetap sate Ondomohen. Terhitung sudah tiga generasi keluarga Leon menjadi pengunjung rutin sate Ondomohen. ''Mulai emak, mama, sampai lingling, semua penggemar sate ini,'' jelas alumnus Surabaya International School itu.

Pelanggan-pelanggan seperti Widodo dan Leon memang selalu memenuhi warung Asih. Pindah generasi seolah bukan menjadi masalah untuk tetap menjadi penggemar warung sate yang didirikan Hj Jaenab tersebut.

Melihat kemasyhuran sate Ondomohen, tak heran warung itu selalu menjadi jujukan para selebriti. Kalangan artis, politisi, hingga pejabat ibu kota pernah merasakan nikmatnya rasa sate khas Surabaya yang berasal dari Madura tersebut. ''Setelah itu, mereka selalu menjadi pelanggan kami,'' ungkap Asih yang sehari-hari dibantu 11 pegawai itu.

Asih mengaku tidak terlalu memperhatikan siapa saja artis yang pernah menikmati sate klopo-nya. Yang dia ingat hanyalah Marissa Haque, para bintang Xtravagansa, hingga Bondan ''Mak Nyus'' Winarno. ''Saya terlalu sibuk melayani pembeli, sehingga tidak memperhatikan siapa saja yang datang,'' ucap ibu Haris Kurnia tersebut.

Mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati termasuk pelanggan setia Sate Klopo Ondomohen. ''Setiap bulan, dua sampai tiga kali Gus Dur pesan sate klopo ke sini. Biasanya beliau menyuruh orang,'' jelas nenek dua cucu itu. ''Kalau Bu Mega sudah lama tak pesan,'' ujarnya.

Ada juga pelanggan Asih yang masih setia, meski kini tinggal di Belanda. ''Kemarin, orang tuanya datang kesini, memesan 200 tusuk sate untuk dikirim ke Belanda,'' kenang Asih bangga. ''Aduh, saya lupa namanya. Dia dulu sangat sering makan di sini, sebelum melanjutkan kuliah ke Belanda,'' katanya.

Harga seporsi sate Ondomohen sebenarnya bervariasi. Bergantung jenis daging yang dipesan. Yang termahal adalah sumsum, yakni Rp 16 ribu. Yang termurah sate usus, Rp 14 ribu seporsi.

Dengan harga jual seperti itu, Asih mengaku omzet warungnya per hari mencapai Rp 3 juta. Meski begitu, dia tidak kepikiran untuk membuka cabang di tempat lain. ''Setiap orang punya rezeki sendiri-sendiri. Bagi saya, ini saja sudah cukup,'' ungkap wanita berjilbab tersebut.

Dengan berjualan sate klopo di pinggir Jalan Wali Kota Mustajab, dia mengaku bisa membangun empat rumah, menyekolahkan putri tunggalnya hingga sarjana, plus membeli Kijang Innova dan Altis yang kini terparkir di garasi rumahnya. ''Rahasianya hanya satu, salat malam,'' tegas Asih membocorkan kiat bisnisnya yang laris manis. (pra/ari)

No comments: