[ Minggu, 10 Agustus 2008 ] By JAWA POS
Rawon Setan Berbuah Dua Rumah
Jika ada orang yang bertanya, di mana depot yang menjual Rawon Setan, rasanya semua warga Surabaya pasti tahu. Lokasinya di kawasan Embong Malang, tepat di seberang Hotel JW Marriott.
Depot itu memang salah satu destinasi wisata kuliner Surabaya yang cukup tenar. Selain karena rasa, depot tersebut kondang karena nama. Betapa tidak, embel-embel ''setan'' di belakang kata rawon selalu sukses membuat orang penasaran. ''Saya pikir tempatnya menyeramkan, kok sampai disebut setan. Nggak tahunya ramai begini,'' ujar Agus Widyanari, pengunjung asal Jakarta yang baru pertama bertandang ke Surabaya.
Depot Rawon Setan itu dikelola Djuwariyah. Perempuan 53 tahun tersebut merupakan generasi kedua pengelola depot rawon yang didirikan sejak 45 tahun lalu itu. ''Saya mewarisi dari ibu saya,'' ujar Djuwariyah.
Didirikan pada 1963, Rawon Setan dulu hanya sebuah tempat makan kaki lima sederhana di Embong Malang. Kala itu, warung tersebut masih belum bernama. Namun, orang-orang yang biasa makan di sana menyebutnya rawon Nirom karena terletak di seberang gedung Nirom (sekarang JW Marriott). Penjulanya masih Mak Musi, ibunda Djuwariyah.
''Warung rawon ibu saya dulu bukanya pagi-pagi. Pukul tujuh begitu sudah buka sampai pukul sembilan pagi. Pengunjungnya sudah banyak,'' kata Djuwariyah yang sejak kecil membantu ibunya berjualan rawon.
Banyaknya kompetitor, pada 1972, Mak Musi mengalihkan jam buka. Dari pagi menjadi tengah malam, dengan jam operasi pukul satu dini hari. Ternyata, pelanggannya bertambah banyak. Maklum, ketika itu tak ada warung makan yang buka hingga subuh. Tak heran, warung rawon Mak Musi langsung menjadi jujukan orang-orang yang kelaparan saat malam.
Kebiasaan buka tengah malam tersebut diteruskan Djuwariyah yang resmi mewarisi warung rawon itu pada 1990. Sebelum menjadi depot begini, Djuwariyah berjualan dengan tenda. ''Karena saya buka mulai pukul 12 malam, banyak orang yang menyebut warung ini sebagai warung setan.Ya soalnya bukanya malam-malam itu,'' ungkap ibu sepuluh anak tersebut.
Pada 2006, Djuwariyah mendapatkan tempat untuk dibuat depot. ''Saya sengaja tidak pindah tempat karena semua orang tahunya depot saya ya di sini (kawasan Embong Malang),'' jelasnya.
Sejak saat itu juga Djuwariyah menjajal buka lebih sore. Pukul setengah tujuh malam, depot tersebut mulai buka. Ternyata, responsnya bagus. Meski demikian, untuk mengantisipasi datangnya pelanggan saat malam, dia tetap buka hingga pukul setengah lima pagi.
Menu Rawon Setan memang cukup menggoda. Rawon disajikan bersama nasi putih, tauge, serta sambal. Tiap porsi rawon diisi tiga potong daging. Pilihan rawonnya ada dua macam. Biasa atau yang spesial. ''Rawon biasa disajikan langsung bersama nasi. Rawon spesial, antara nasi dan rawon disajikan terpisah,'' kata Enny Oktaviani, putri ketiga Djuwariyah, yang ikut membantu berjualan.
Bila ingin lauk yang lebih banyak, disediakan aneka lauk pelengkap. Mulai empal, paru, telur asin, tahu, dan tempe. ''Yang paling banyak dicari ya telur asin sama tempe,'' ujar Enny.
Rawon Setan menyediakan 500 porsi setiap hari. Untuk meracik bumbu-bumbu itu, Djuwariyah masih melakukan sendiri. ''Untuk menjaga rasa saja,'' katanya. Dia percaya, lain tangan yang mengolah bisa menciptakan rasa berbeda.
Untuk memenuhi 500 porsi itu, perempuan asli Suroboyo tersebut berkulakan daging rawonan 50 kg dan 5 kg kluwek setiap hari. Pemilihan bahannya tidak sembarangan. Daging rawonan itu harus segar. ''Daging jelek sedikit, langsung saya kembalikan. Kulit dan gajih (lemak, Red), saya juga nggak mau,'' tegasnya.
Seluruh porsi itu memang tidak selalu habis. Kadang ada juga yang tersisa. Itu semua bergantung pengunjung yang datang. Bila sedang ramai, pukul 02.00 seluruh porsi yang disediakan habis tanpa sisa. ''Kalau kadung ramai, byuk-byukan. Sampai kewalahan,'' ungkapnya.
Namun, ada kalanya warung sepi pengunjung juga. ''Habis ndak habis, pukul setengah lima sudah harus tutup,'' ujarnya.
Warung Rawon Setan tidak buka setiap hari. Di antara tujuh hari, warung tersebut beroperasi mulai Rabu hingga Sabtu saja. Hari sisanya, Minggu-Senin, libur. Itu menjadi kebiasaan sejak dulu. Djuwariyah mewarisi kebiasaan ibunya. Meski libur, dia tak sungguh-sungguh bersantai. Hari itu dimanfaatkan untuk meracik bumbu untuk modal berjualan pada jam buka. ''Tiga hari itu benar-benar repot. Ya bikin bumbu, kering tempe, goreng kerupuk,'' katanya. Pekerjaan tersebut memang harus dicicil supaya tidak repot.
Kondangnya Rawon Setan membuat depot tersebut dikunjungi banyak pesohor tanah air, termasuk para selebriti. Sebut saja Kiki Fatmala, Rano Karno, Julie Estelle, Rina Gunawan, dan masih banyak lagi. Seluruh pesohor yang pernah datang ke sana bisa disaksikan dalam foto-foto yang dipampang di dinding depot. ''Itu bukan untuk pamer. Saya ingin mendokumentasikan saja,'' jelas merendah.
Djuwariyah sadar, kondisi saat ini sudah jauh berbeda dari dulu. Sekarang banyak pesaing yang juga buka tengah malam. Bahkan, menu malam yang ditawarkan kompetitor sama halnya dengan depot miliknya. ''Ya ndak apa-apa. Rezeki orang sendiri-sendiri. Semua sudah ada yang mengatur,'' katanya.
Dari hasil berjualan, setiap hari Djuwariyah bisa meraup omzet Rp 5 juta-Rp 6 juta. Bila sudah dipotong segala macam pembiayaan, laba bersih yang didapat mencapai Rp 2 juta setiap hari. Keuntungan yang dikumpulkan itu membuat dirinya bisa memperoleh sesuatu. Setidaknya, kini Djuwariyah sudah mempunyai dua rumah (satu di kawasan Demak dan yang lain di kawasan Ketintang), mobil, sekaligus bisa menyekolahkan anak-anaknya. ''Saya juga sedang menabung untuk naik haji. Semoga tahun depan bisa terlaksana,'' ungkapnya. (ign/kum)
Rawon Setan Berbuah Dua Rumah
Jika ada orang yang bertanya, di mana depot yang menjual Rawon Setan, rasanya semua warga Surabaya pasti tahu. Lokasinya di kawasan Embong Malang, tepat di seberang Hotel JW Marriott.
Depot itu memang salah satu destinasi wisata kuliner Surabaya yang cukup tenar. Selain karena rasa, depot tersebut kondang karena nama. Betapa tidak, embel-embel ''setan'' di belakang kata rawon selalu sukses membuat orang penasaran. ''Saya pikir tempatnya menyeramkan, kok sampai disebut setan. Nggak tahunya ramai begini,'' ujar Agus Widyanari, pengunjung asal Jakarta yang baru pertama bertandang ke Surabaya.
Depot Rawon Setan itu dikelola Djuwariyah. Perempuan 53 tahun tersebut merupakan generasi kedua pengelola depot rawon yang didirikan sejak 45 tahun lalu itu. ''Saya mewarisi dari ibu saya,'' ujar Djuwariyah.
Didirikan pada 1963, Rawon Setan dulu hanya sebuah tempat makan kaki lima sederhana di Embong Malang. Kala itu, warung tersebut masih belum bernama. Namun, orang-orang yang biasa makan di sana menyebutnya rawon Nirom karena terletak di seberang gedung Nirom (sekarang JW Marriott). Penjulanya masih Mak Musi, ibunda Djuwariyah.
''Warung rawon ibu saya dulu bukanya pagi-pagi. Pukul tujuh begitu sudah buka sampai pukul sembilan pagi. Pengunjungnya sudah banyak,'' kata Djuwariyah yang sejak kecil membantu ibunya berjualan rawon.
Banyaknya kompetitor, pada 1972, Mak Musi mengalihkan jam buka. Dari pagi menjadi tengah malam, dengan jam operasi pukul satu dini hari. Ternyata, pelanggannya bertambah banyak. Maklum, ketika itu tak ada warung makan yang buka hingga subuh. Tak heran, warung rawon Mak Musi langsung menjadi jujukan orang-orang yang kelaparan saat malam.
Kebiasaan buka tengah malam tersebut diteruskan Djuwariyah yang resmi mewarisi warung rawon itu pada 1990. Sebelum menjadi depot begini, Djuwariyah berjualan dengan tenda. ''Karena saya buka mulai pukul 12 malam, banyak orang yang menyebut warung ini sebagai warung setan.Ya soalnya bukanya malam-malam itu,'' ungkap ibu sepuluh anak tersebut.
Pada 2006, Djuwariyah mendapatkan tempat untuk dibuat depot. ''Saya sengaja tidak pindah tempat karena semua orang tahunya depot saya ya di sini (kawasan Embong Malang),'' jelasnya.
Sejak saat itu juga Djuwariyah menjajal buka lebih sore. Pukul setengah tujuh malam, depot tersebut mulai buka. Ternyata, responsnya bagus. Meski demikian, untuk mengantisipasi datangnya pelanggan saat malam, dia tetap buka hingga pukul setengah lima pagi.
Menu Rawon Setan memang cukup menggoda. Rawon disajikan bersama nasi putih, tauge, serta sambal. Tiap porsi rawon diisi tiga potong daging. Pilihan rawonnya ada dua macam. Biasa atau yang spesial. ''Rawon biasa disajikan langsung bersama nasi. Rawon spesial, antara nasi dan rawon disajikan terpisah,'' kata Enny Oktaviani, putri ketiga Djuwariyah, yang ikut membantu berjualan.
Bila ingin lauk yang lebih banyak, disediakan aneka lauk pelengkap. Mulai empal, paru, telur asin, tahu, dan tempe. ''Yang paling banyak dicari ya telur asin sama tempe,'' ujar Enny.
Rawon Setan menyediakan 500 porsi setiap hari. Untuk meracik bumbu-bumbu itu, Djuwariyah masih melakukan sendiri. ''Untuk menjaga rasa saja,'' katanya. Dia percaya, lain tangan yang mengolah bisa menciptakan rasa berbeda.
Untuk memenuhi 500 porsi itu, perempuan asli Suroboyo tersebut berkulakan daging rawonan 50 kg dan 5 kg kluwek setiap hari. Pemilihan bahannya tidak sembarangan. Daging rawonan itu harus segar. ''Daging jelek sedikit, langsung saya kembalikan. Kulit dan gajih (lemak, Red), saya juga nggak mau,'' tegasnya.
Seluruh porsi itu memang tidak selalu habis. Kadang ada juga yang tersisa. Itu semua bergantung pengunjung yang datang. Bila sedang ramai, pukul 02.00 seluruh porsi yang disediakan habis tanpa sisa. ''Kalau kadung ramai, byuk-byukan. Sampai kewalahan,'' ungkapnya.
Namun, ada kalanya warung sepi pengunjung juga. ''Habis ndak habis, pukul setengah lima sudah harus tutup,'' ujarnya.
Warung Rawon Setan tidak buka setiap hari. Di antara tujuh hari, warung tersebut beroperasi mulai Rabu hingga Sabtu saja. Hari sisanya, Minggu-Senin, libur. Itu menjadi kebiasaan sejak dulu. Djuwariyah mewarisi kebiasaan ibunya. Meski libur, dia tak sungguh-sungguh bersantai. Hari itu dimanfaatkan untuk meracik bumbu untuk modal berjualan pada jam buka. ''Tiga hari itu benar-benar repot. Ya bikin bumbu, kering tempe, goreng kerupuk,'' katanya. Pekerjaan tersebut memang harus dicicil supaya tidak repot.
Kondangnya Rawon Setan membuat depot tersebut dikunjungi banyak pesohor tanah air, termasuk para selebriti. Sebut saja Kiki Fatmala, Rano Karno, Julie Estelle, Rina Gunawan, dan masih banyak lagi. Seluruh pesohor yang pernah datang ke sana bisa disaksikan dalam foto-foto yang dipampang di dinding depot. ''Itu bukan untuk pamer. Saya ingin mendokumentasikan saja,'' jelas merendah.
Djuwariyah sadar, kondisi saat ini sudah jauh berbeda dari dulu. Sekarang banyak pesaing yang juga buka tengah malam. Bahkan, menu malam yang ditawarkan kompetitor sama halnya dengan depot miliknya. ''Ya ndak apa-apa. Rezeki orang sendiri-sendiri. Semua sudah ada yang mengatur,'' katanya.
Dari hasil berjualan, setiap hari Djuwariyah bisa meraup omzet Rp 5 juta-Rp 6 juta. Bila sudah dipotong segala macam pembiayaan, laba bersih yang didapat mencapai Rp 2 juta setiap hari. Keuntungan yang dikumpulkan itu membuat dirinya bisa memperoleh sesuatu. Setidaknya, kini Djuwariyah sudah mempunyai dua rumah (satu di kawasan Demak dan yang lain di kawasan Ketintang), mobil, sekaligus bisa menyekolahkan anak-anaknya. ''Saya juga sedang menabung untuk naik haji. Semoga tahun depan bisa terlaksana,'' ungkapnya. (ign/kum)
No comments:
Post a Comment